Kamis, 17 September 2015

Matter of Comfort

Di awal perkenalan kita, kamu terlihat seorang yang sangat menyenangkan. Kamu easy going banget sama semua orang. Dan saat itu kamu udah punya pacar. Aku sih biasa aja. Tapi pacar kamu cerita banyak hal soal kalian ke aku. Dari cerita pacar kamu itu, aku tau. Kamu orang yang hebat. Sampai suatu ketika kamu tau, kalau pacar kamu sering cerita sama aku. Tiba-tiba kamu larang pacar kamu buat berhubungan sama aku lagi, entah dengan alasan apa sampai sekarang aku tidak tahu. Sayangnya pacar kamu tidak mengindahkan laranganmu. Kita masih tetap berhubungan baik. Suatu ketika kamu tahu kalau kami masih berhubungan dan amarahmu memuncak tapi kami diam saja. Waktu berlalu, tiba-tiba kamu minta maaf sama aku soal larangan itu. It's okay. Waktu terus berjalan. Hingga mencapai titik puncaknya, kamu putus sama dia. Kamu dan dia sama-sama cerita ke aku soal apapun, mulai dari kalian jadian, berantem, sampai putus. Semenjak kalian putus, kamu jadi sering curhat apapun sama aku. Masalah, kegiatan sehari-hari, kebiasaan kamu. Semuanya aku tau. Aku juga tidak tahu kenapa tiba-tiba kamu bilang 'Kamu mau nggak jadi penyemangatku? Jadi pacar aku?' Semula, aku menyangka itu hanya perasaan nyamanmu saja ketika bersamaku. Setelah mencoba meyakinkan aku, kamu berhasil. Aku mengatakan iya, tapi dengan syarat : jangan ada orang siapapun yang sakit hati karena ini entah itu mantan pacar kamu yang juga temanku maupun temanmu yang suka sama aku. Dan akhirnya, kita menutupi semuanya ini demi menjaga perasaan mereka. See, kita sukses kok. Tidak ada satu orangpun yang tau soal ini. Tapi tiba-tiba kamu bilang ke temen kamu yang dia juga temen aku. Finally dia tahu semuanya, yaa cuma dia. Dia juga udah janji tidak akan memberitahu siapapun soal ini. Berhubung cuma dia yang tau soal ini, aku sering cerita tentang kamu ke dia. Sebaliknya, kamu juga sering cerita tentang aku ke dia. Aku nyaman, iyaa nyaman sama keadaan kita yang tidak seorangpun tahu. Ah iya, aku masih menjaga hubungan baik dengan mantan pacarmu. Dia bilang sih masih belum bisa move on dari kamu. Damn! Temen macam apa aku ini. Perasaan bersalah itu tiba-tiba saja muncul. Hari-hari bersamamu adalah hari-hari yang seharusnya membuatku bahagia. Namun aku salah, aku merasa tidak sebahagia itu, entahlah apa penyebabnya. Semakin hari aku semakin tidak mengerti dengan perubahan sikapmu. Sampai semuanya tidak bisa dipertahankan lagi. Aku yakin, ini yang terbaik untuk kita. Beberapa hari setelah kejadian itu, aku menceritakan semua yang telah terjadi antara kita kepada mantan pacarmu. Dan dia malah mengatakan akan move on secepatnya. Aku tahu aku bodoh. Aku sama kamu masih bisa berteman kan? Aku nyaman dengan keadaan kita yang sekarang, daripada dulu waktu kita masih sama-sama. Tetep jadi diri kamu yang seperti ini ke aku yaa jangan berubah lagi.